:::: MENU ::::
  • What is Divergence ? (Technical Analysis)

  • IHSG VS Kurs Rupiah. Siapa pemenangnya ?

  • Institutional Brokerage Service

  • IMN Investa Investor Education

Drop Down MenusCSS Drop Down MenuPure CSS Dropdown Menu

Welcome to IMN investa by PT Indo Mitra Niaga


Monday, December 15, 2014

Minggu lalu kita dikejutkan oleh pergerakan kurs rupiah yang menembus 12.600. Ada yang aneh dengan fenomena pelemahan kurs kali ini. Pada tahun- tahun sebelumnya pelemahan kurs ini biasanya terjadi ditengah-tengah krisis dan IHSG berdarah-darah, namun kali ini berbeda, ketika kurs sudah mencapai 12.300, market masih tenang-tenang saja. Apakah ini berarti rate 12.000 dianggap wajar oleh investor ?, apakah ini sudah menjadi equilibrium baru ? hmm....



figure 1

Ketika pertanyaan "mengapa kurs rupiah terus melemah?" ditanyakan kepada kementrian keuangan dan Bank Indonesia, mereka selalu menjawab ini semua dikarenakan normalisasi kebijakan moneter the FED yang akan menaikkan Fed fund rate dari 0.25% menuju 0.75% pada kuartal 2 tahun depan dan juga perlambatan ekonomi yang mengancam negara-negara emerging market dan Indonesia bukan satu-satunya negara yang mata uangnya melemah terhada US dollar. Jika kita lihat figure 1, terlihat mulai bulan july 2014, us dollar mulai menunjukkan keperkasaannya terhadap 6 major currency naik dari 80 menuju ke 90 atau sekitar 12.5%. Ini berarti rata-rata major currency melemah 12.5% terhadap USD. Jika major currency saja tidak bisa melawan us dollar, lalu apa kabar Indonesia Rupiah.

Dari mana asal penguatan US Dollar ? 

figure 2. 
Sebenarnya apa hubungannya kenaikan Fed fund rate di Amerika dengan penguatan us dollar sehingga us dollar sangat perkasa terhadap mata uang negara lain termasuk Indonesia ?. Secara simple begini, untuk menstimulus perekonomian dalam negeri pasca krisis subprime mortgage 2008, bank sentral US the fed melakukan kebijakan moneter longgar dengan menurunkan suku bunga acuan dan pemerintah US bersama dengan FED juga memberikan bantuan likuiditas yang besar kepada investment banking dan industri keuangan supaya mereka bisa running business nya kembali dengan normal, namun usaha yang sudah dilakukan ini masih kurang berhasil sehingga the fed melakukan quantitative easing yang kita kenal dengan QE sampai beberapa kali, tujuannya masih sama, untuk memberi stimulus ke perekonomian US supaya perekonomian bangkit. lalu pertanyaanya, kemana dana bantuan itu di alokasikan oleh para fund manager ?. Selain untuk dalam negeri, sebagai institusi bisnis, ketika mendapatkan dana murah dalam jumlah besar, para fund manager dari berbagai investment bank di Amerika tentu saja tidak mau melewatkan kesempatan untuk berinvestasi di negara lain yang mempunyai return risk free rate yang lebih baik dari pada di US (figure 2).

Saat ini pemerintah US mulai melihat hasil positif dari semua usaha yang mereka sudah dilakukan untuk menggerakkan perekonomian US, oleh sebab itu fed mulai melakukan "sedikit" pengetatan kebijakan moneter dengan menaikkan suku bunga fed fund rate. Kebijakan ini tentu saja membuat dana yang ada di luar US kembali "pulang" ke US karena mereka harus menyesuaikan lagi cost of fund dari kelolaan mereka. Sebagai contoh biasanya cost dari dana kelolaan mereka katakanlah hanya 0.5% nantinya akan naik menjadi 1% - 1.5% karena kenaikan fed fund rate sehingga mereka harus menata ulang portofolio. Pulangnya dana ini ke US membuat capital out flow yang cukup besar pada negara-negara yang disinggahi dana ini, itu sebabnya kurs negara-negara tersebut mayoritas melemah terhadap USD.

Kurs Rupiah terhadap USD :

figure 3
Untuk Rupiah, sebenarnya pemerintah sendiri menurut kami sudah baik dalam mengatasi masalah pelemahan rupiah ini, PR pemerintah saat ini adalah mempertahankan GDP growth di atas lima persen kalau bisa menaikkan ke 5.5 % dan memperbaiki current account deficit yang salah satunya dengan cara mengurangi utang luar negeri yang berdenominasi us dollar baik swasta maupun pemerintah. Jika dari bulan juli 2014 sampai 12 desember major currency rata-rata melemah 12.5%, ternyata IHSG masih lebih baik dengan pelemahan hanya 10% pada periode yang sama. Secara teknikal rupiah (figure 3) masih ada pada tren depresiasi dengan resistance 1 di 12.650. Support terdekat ada di 12.400.


IHSG VS Kurs Rupiah :


figure 4
Seperti yang kami sampai diatas, ketika rupiah melemah, biasanya IHSG berdarah-darah. Coba kita lihat figure 4, terlihat sekali bahwa IHSG bergerak berlawanan secara chart dengan kurs rupiah terhadap usd. ketika rupiah menguat (chart turun), terlihat IHSG juga menguat (chart naik), namun apa yang terjadi satu bulan terakhir (area biru)? ternyata benar untuk sementara IHSG menang dan menyimpang dari tradisi. Ketika kurs rupiah terhadap usd melemah, IHSG masih tetap menanjak naik, sayangnya kenaikan IHSG masih tidak bisa menembus all time high sehingga dengan pertimbangan makro dan eksternal, kami masih kurang yakin akan kenaikan IHSG dalam beberapa minggu kedepan.


IHSG :

figure 5. bearish gartley pattern
Saat ini IHSG sendiri masih tertahan di support 5121. Menjelang liburan akhir tahun biasa terjadi penurunan volatilitas dan volume pada IHSG dan kami melihat tidak akan ada pegerakan signifikan dalam minggu-minggu ini namun bila running dibawah 5121, (fibo 61.8%) akan bahaya. Trading range ada di 5107 - 5207. [/kin]



0 komentar:

Post a Comment

Need More Information ? Contact us